Kelemahan dan Tantangan Bangsa dan Negara Indonesia

Bahan bacaan berikut ini merupakan panduan awal yang dapat kamu kembangkan dengan cara mencari informasi yang lebih lengkap dan detail.

Pada tanggal 17 Agustus 2023, kita merayakan kemerdekaan Indonesia ke-78. Pada usia tersebut, kemajuan dan pembangunan telah banyak dicapai oleh Indonesia. Hidup rukun, damai, penuh toleransi antarsesama bangsa juga terus mewarnai kehidupan berbangsa. Kita perlu bersyukur atas capaian dan kondisi Indonesia yang terus menuju ke arah yang lebih baik.

1. Kelemahan Indonesia

Dalam rangka mewujudkan impian Indonesia maju, kita harus bergotong royong dan berkolaborasi dalam mengatasi berbagai kelemahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Beberapa kelemahan Indonesia ialah sebagai berikut.

a. Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia Rendah

Indeks Modal Manusia atau Human Capital Index (HCI) Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. Tak hanya dibandingkan dengan negara maju, Indonesia bahkan tertinggal jauh dari negara-negara ASEAN, seperti Vietnam dan Malaysia. Indeks Modal Manusia Indonesia sebesar 0,54.

Berdasarkan capaian pendidikan dan status kesehatan saat ini, anak-anak Indonesia yang lahir saat ini, pada 18 tahun kemudian, diperkirakan hanya dapat mencapai 53% dari potensi produktivitas maksimumnya. Selain itu, pasar kerja tahun 2018 masih didominasi pekerja berkeahlian rendah.

Hal penting yang perlu kamu kaji ialah apakah kebijakan dan strategi pemerintah saat ini sedang menuju pada upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia? Bagaimana kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia sehingga dapat bersaing di kancah global?

b. Pembangunan Tidak Merata

Pembangunan Indonesia masih belum merata, terutama disebabkan selama puluhan tahun, pembangunan Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Perhatikan dan pelajari infografis di Gambar 2.11 yang menunjukkan bahwa Jawa masih menjadi pusat perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 58,48 persen dari total perekonomian nasional. Dalam konteks ini, hal penting yang perlu kamu kaji ialah apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan pemerataan ekonomi, agar tidak melulu berpusat di Jawa.

c. Kesenjangan Ekonomi

Pendapatan rakyat Indonesia juga belum merata, dibuktikan dengan kesenjangan ekonomi yang tinggi. Segelintir orang memiliki kekayaan yang sangat melimpah, sementara jumlah orang dengan pendapatan rendah sangat tinggi. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melaporkan, hampir separuh aset nasional dimiliki oleh 1 persen masyarakat saja. Hal ini tercermin dalam Indeks Gini, yakni indeks untuk mengukur ketimpangan dalam sebuah negara dari 0 (kesetaraan sempurna) sampai 100 (ketidaksetaraan sempurna). Data yang dikeluarkan Bank Dunia tahun 2018 mengungkapkan, Indeks Gini Indonesia meningkat dari 30,0 pada dekade 1990-an menjadi 39,0 pada 2017.

d. Pengelolaan SDA Belum Maksimal

Di dalam sumber daya alam (SDA), terdapat beberapa komponen penting, yaitu komponen abiotik dan komponen biotik. Komponen abiotik terdiri atas berbagai jenis tanah, air, logam, gas alam, dan minyak bumi. Komponen biotik terdiri atas tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Sumber daya alam laut Indonesia, misalnya, diperkirakan memiliki potensi kurang lebih Rp17 ribu triliun setiap tahun jika itu dikelola dengan maksimal. Belum lagi sumber daya alam lainnya yang juga sangat melimpah. Kamu bisa mencari secara spesifik tentang kekayaan sumber daya alam Indonesia tersebut.

e. Korupsi Masih Merajalela

Pada 2019, ICW (Indonesia Corruption Watch) mencatat ada 271 kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan jumlah tersangka 580 orang, kerugian negara Rp8,4 triliun, jumlah suap Rp200 miliar, pungutan liar Rp3,7 miliar, dan jumlah pen cucian uang Rp108 miliar. KPK men catat total kerugian negara akibat kasus korupsi men capai Rp168 triliun. Ke rugian ini me rupa kan akumulasi penanganan kasus korupsi selama 2004-2019. Pelajarilah infografik be rikut yang meng gambarkan ten tang kerugian negara akibat korupsi yang terus mengalami peningkatan. Pada topik ini, kamu dapat mempelajari bagaimana kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tindakan korupsi di tanah air.

f. Pungutan Liar Merajalela

Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) berhasil melakukan 8.424 operasi tangkap tangan (OTT) sejak periode 2016 hingga Oktober 2018. Dari data infografik berikut, kamu dapat mempelajari lebih dalam tentang instansi mana saja yang paling banyak melakukan pungutan liar dan mengapa. Apa kebijakan dan strategi nasional yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi pungutan liar tersebut?

g. Bencana Alam

Sejumlah bencana alam seperti gempa bumi dan banjir terjadi di Indonesia yang merugikan bangsa dan negara Indonesia. Kerugian bangsa dan negara tidak hanya material berupa bangunan yang rusak, tetapi juga menghambat laju perekonomian Indonesia. Tak hanya itu, bencana alam ini juga menyebabkan korban jiwa yang tidak sedikit. Konsekuensi Indonesia dikelilingi oleh banyak gunung berapi (ring of fire), bencana alam berupa letusan gunung berapi terus menghantui Indonesia. Perhatikan dua infografik terkait dengan deretan gempa bumi dan bencana di Indonesia. Terkait dengan hal itu, apa yang dapat dilakukan oleh bangsa dan negara Indonesia?

Tentu masih ada banyak kelemahan lain. Kamu dapat mencari sejumlah sumber lain untuk mengkaji lebih mendalam, baik dilakukan secara individual maupun berkelompok. Misalnya, kamu dapat secara spesifik mengkaji kelemahan Indonesia dari sudut pandang ekonomi, budaya, sosial, pertahanan, keamanan, geografis, dan lain sebagainya.


Tantangan Indonesia

Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan yang besar dalam kehidupan global ini, beberapa di antaranya seperti berikut.

a. Dengan masifnya teknologi informasi, berbagai ideologi luar (konsumerisme, radikalisme, dan terorisme internasional) masuk dan memengaruhi bangsa Indonesia yang berefek pada pola pikir eksklusif, pandangan intoleran, hingga perilaku destruktif. Bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila wajib mempertahankan sifat maupun sikap cinta damai, toleransi dalam meminimalkan dampak negatif ideologi luar dimaksud.

b. Kemajuan teknologi informasi membawa dampak negatif terhadap ancaman atas kedaulatan data pribadi warga negara Indonesia di media sosial. Data pribadi (seperti Nomor Induk Kependudukan, identitas diri, pilihan pribadi, lokasi pribadi) dimaksud dieksploitasi untuk kepentingan tertentu dengan tidak bertanggung jawab. Negara wajib meningkatkan keamanan siber dalam mempertahankan kedaulatan data pribadi warga negaranya. Di samping itu, warga negara hendaklah makin meningkatkan literasi digital dalam menggunakan media sosial secara etis.

c. Salah satu dampak dari globalisasi ialah penyeragaman budaya. Masyarakat Indonesia yang memiliki kekayaan dan kekuatan budaya akan ditantang oleh budaya-budaya dunia. Budaya Hollywood dan K-pop, misalnya, banyak digandrungi oleh generasi muda, pada satu sisi, dan kebanggaan terhadap budaya sendiri makin berkurang, pada sisi yang lain. Begitu juga dengan bahasa yang digunakan. Beberapa generasi muda lebih bangga menggunakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia.

d. Citra Indonesia dalam kehidupan global tak sepenuhnya positif. Pandangan stereotip atau stigma bahwa bangsa Indonesia terbelakang, negara Indonesia miskin tidak menggentarkan kita sebagai satu bangsa. Justru kita terus memperbaiki diri, berkarya, berprestasi dalam berbagai bidang dalam lingkup lokal, nasional, maupun internasional. Dengan demikian, kita berkontribusi positif dalam menciptakan negara yang stabil (minim pergesekan politik, perekonomian tumbuh, kohesi sosial dirawat baik oleh segenap masyarakat).

Tentu saja, masih ada banyak peluang dan tantangan lain yang dihadapi oleh Indonesia. Oleh karena itu, kamu perlu menggali dan mengkaji melalui sumber-sumber lain.


Tantangan di Era Global

Kita berada di dunia yang saling terhubung satu dan yang lain. Satu individu di suatu negara dapat berinteraksi dengan individu lain dari negara lain. Inilah era yang disebut globalisasi. Selo Soemardjan mendefinisikan “globalisasi adalah terbentuknya sebuah komunikasi dan organisasi di antara masyarakat satu dengan yang lainnya yang berbeda di seluruh dunia yang memiliki tujuan untuk mengikuti kaidah-kaidah baru yang sama”.

Salah satu akibat dari globalisasi ini ialah terkikis dan bergesernya nilai-nilai dan norma agama, sosial, dan budaya pada suatu masyarakat. Berapa banyak nilai, norma, dan tradisi lokal yang mulai bergeser akibat pengaruh globalisasi ini. Dampak lain globalisasi ialah negara kurang dirasakan masyarakat sebagai aktor yang cukup penting. Karena globalisasi ini, ada banyak aktor non-negara seperti perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, komunitas yang tampil seperti halnya negara yang berperan memenuhi kepentingan masyarakat.

Namun, di sisi lain, globalisasi ini membawa berbagai peluang bagi Indonesia untuk menguatkan peran dan pengaruhnya di seluruh dunia, seperti peluang untuk melanjutkan studi di negara lain, turut serta merasakan kemajuan negara lain, peluang untuk mengembangkan usaha dan ekonomi masyarakat, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, globalisasi ini harus dikelola pengaruhnya agar benar-benar membawa berkah bagi Indonesia. Caranya ialah menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam pergaulan global serta menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam merespons tantangan yang dihadapi oleh Indonesia.

Berikut ini beberapa tantangan yang muncul di era globalisasi.

a. Menguatnya Individualisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, individualisme diartikan dengan empat makna, yaitu: 1) paham yang menganggap manusia secara pribadi perlu diperhatikan, 2) paham yang menghendaki kebebasan ber buat dan menganut kepercayaan bagi setiap orang, 3) paham yang mementingkan hak perseorangan dengan mengesampingkan kepentingan masyarakat atau negara, dan 4) paham yang menganggap diri sendiri (kepribadian) lebih penting daripada orang lain.

Individualisme ini sering kali menjadi agenda terselubung bagi isu Hak Asasi Manusia (HAM). Nilai-nilai HAM yang datang dari negara-negara Barat berasal dari pemikiran yang menempatkan manusia sebagai subjek individu yang bebas (individualisme). Pemikiran tersebut belum tentu cocok jika diterapkan di Indonesia. Pasalnya, budaya dan norma Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bersama ketimbang kepentingan individu, seperti yang tecermin dalam budaya gotong royong.
Dengan menguatnya individu, hal-hal yang menjadi kepentingan umum sering kali terganggu. Tidak sedikit orang melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang mengganggu kepentingan umum dengan mengatasnamakan HAM. Di saat bersamaan, negara tampak terlihat melemah. Negara sering kali tampak tidak berani menindak perbuatan-perbuatan individu yang mengganggu ketertiban umum karena khawatir mendapatkan protes dan tudingan sebagai pelanggaran HAM, baik di dalam maupun luar negeri.

b. Kosmopolitanisme
Kosmopolitan berasal dari kata Yunani, kosmopolites yang berarti ‘warga dunia’ (citizen of the world). Kosmopolitanisme ini merupakan satu paham yang menganggap seluruh manusia adalah anggota dari satu komunitas (warga dunia/global). Paham ini mendorong adanya tatanan kehidupan manusia yang seragam yang didasari oleh nilai-nilai universal yang berlaku di seluruh dunia. Paham ini cenderung mengecilkan keberadaan nasionalisme, cinta tanah air, serta nilai-nilai lokal dan nasional yang berlaku di suatu daerah dan negara.

Akibat dari menguatnya kosmopolitanisme ini ialah pelemahan dan identitas kebangsaan. Nilai, norma, dan aturan suatu negara dipaksa harus tunduk pada nilai universal tersebut. Akibatnya, rasa kebangsaan dan cinta tanah air akan terkikis. Padahal, dalam pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Sukarno mengatakan “Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme.”

c. Fundamentalisme Pasar
Fundamentalisme adalah suatu paham yang cenderung memperjuangkan sesuatu secara mendasar tanpa kompromi. Sementara, kata pasar dalam pengertian fundamentalisme pasar lebih cocok diarahkan pada satu gagasan atau pemahaman tentang mekanisme tukar-menukar (jual/beli). Harry B. Priyono mendefinisikan fundamentalisme pasar sebagai “satu gagasan/paham yang menganggap mekanisme pasar (transaksi jual/beli) bukan hanya sebagai prinsip pengatur alokasi pemenuhan barang/jasa kebutuhan, tetapi sebagai satu-satunya prinsip/dasar pengatur seluruh bidang kehidupan dalam tatanan bermasyarakat”.

Fundamentalisme pasar menekankan kepentingan ekonomi individu harus diutamakan di atas kepentingan ekonomi bersama. Tak hanya itu, fundamentalisme pasar juga menghendaki agar peran negara dalam pengaturan ekonomi harus sesedikit mungkin. Jika pun negara harus mengatur, aturan yang dikeluarkan harus memfasilitasi dan mendorong terciptanya kebebasan individu untuk dapat bertransaksi secara leluasa dalam pasar. Negara, misalnya, tidak punya kewenangan untuk menentukan harga bahan-bahan pokok yang menjadi kebutuhan warga negara, semuanya harus diserahkan kepada mekanisme pasar.

d. Radikalisme
Kata radikalisme berasal dari bahasa Latin ”radix’ yang berarti akar. Secara harfiah, radikalisme bermakna satu paham atau aliran (-isme) yang hendak mengubah tatanan kehidupan masyarakat secara mendasar atau mengakar dengan cara kekerasan. Pada dasarnya, kata radikalisme tidak selalu bermakna negatif karena peristiwa Revolusi 1945 dapat dikatakan sebagai gerakan radikal karena hendak mengubah tatanan masyarakat secara radikal dari penjajahan menuju kemerdekaan.

Untuk mempermudah, mari, kita simak pemaknaan radikalisme dari beberapa ahli sebagaimana yang dikutip dalam buku Pancasila Dialektika dan Masa Depan Bangsa (2019) berikut ini.

Kata radikalisme ini seringkali dikaitkan dengan sikap keberagamaan menjadi radikalisme beragama.

1) Ajaran yang sangat mengutamakan ketaatan mutlak pada agamanya dan menganggap salah keyakinan yang lain sehingga harus dimusnahkan; 2) Bahwa ajaran-ajaran agama diterima dirinya secara paksa, eksklusif, dan bukan sebagai bentuk pilihan yang bebas; 3) Ada sifat militansi (ketangguhan membela) yang berlebihan sehingga menutup ruang dialog dengan penganut agama lain dalam menjalani kehidupan sosial; 4) Sangat menyangkal keberadaan nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas di luar agama yang dianut. Dalam konsep ini, semua tindakan bisa dibenarkan (termasuk mengorbankan manusia) demi tegaknya penafsiran sepihak atas nilai-nilai dalam agama.

e. Intoleransi
Kata intoleransi berasal dari kata toleransi yang mendapatkan imbuhan “in-” yang bermakna tidak sehingga kata intoleransi berarti tidak toleran. Kata toleransi sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Karena itu, intoleransi dapat didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang atau sekelompok masyarakat selalu memaksakan keyakinannya untuk dituruti pihak lain, padahal sesungguhnya pihak lain pun mempunyai hak yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks Indonesia, praktik intoleransi terjadi di lingkungan sekitar kita, termasuk di sekolah. Penyebab maraknya intoleransi cukup beragam, beberapa di antaranya:

1. sikap memungkiri kemajemukan (keberagaman) sebagai keniscayaan,
2. adanya kepentingan politik pihak tertentu yang menggunakan agama untuk membangkitkan solidaritas berlebihan yang saling berlawanan,
3. kemiskinan yang berpengaruh pada rendahnya tingkat pendidikan dan wawasan serta kemasabodohan,
4. kurang adanya komunikasi (dialog) cerdas yang mendukung keberagaman dan kebangsaan sehingga memunculkan prasangka-prasangka yang berpotensi memicu kebencian.

C. Pancasila sebagai Pemandu

Pancasila merupakan ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia sehingga ia dapat menjadi bintang penuntun atau leitstar negara dan bangsa Indonesia untuk menghadapi berbagai tantangan. Pancasila bukan petunjuk teknis, melainkan di dalam sila-sila Pancasila, terangkum nilai-nilai luhur bangsa. Dengan demikian, ia memiliki keluwesan dan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Tantangannya ialah apakah kita mau memahami dan mengamalkan nilainilai Pancasila sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Sila pertama Pancasila, misalnya, dapat menuntun kita untuk menjadi bangsa yang berketuhanan melalui penguatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di sini bukan saja berkaitan dengan ibadah dan upacara keagamaan/kepercayaan, melainkan juga akan membentuk pribadi yang luhur. Pribadi luhur tersebut dibuktikan dengan pengamalan ajaran dan nilai agama/kepercayaan seperti mengasihi dan membantu orang lain, bersikap adil, toleran, menjaga perdamaian, melestarikan lingkungan, dan lain sebagainya. Demikian juga, jika setiap diri kita mengamalkan sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima dari Pancasila.

Memahami dan mengamalkan Pancasila bukan saja harus dilakukan oleh aparat negara ataupun satu kelompok tertentu. Lebih dari itu, semua komponen bangsa, baik aparat negara ataupun seluruh bangsa Indonesia harus memahami dan mengamalkan Pancasila dalam kapasitasnya masing-masing. Penegak keadilan seperti hakim dan kepolisian harus mengamalkan sila-sila Pancasila dalam menjalankan tugasnya. Demikian juga bagi legislatif (DPR, DPD, DPRD tingkat I dan II), pemerintah (mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, kepala desa, lurah, RT/RW) juga harus mengamalkan sila-sila Pancasila dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Seluruh rakyat Indonesia juga harus mengamalkan sila-sila Pancasila.

Berbagai kelemahan bangsa dan negara Indonesia serta tantangan dan ancaman yang sedang dan akan dihadapi bangsa dan negara Indonesia dapat diatasi dengan pengamalan sila-sila Pancasila secara sungguh-sungguh. Dalam konteks individualisme, misalnya, Pancasila tidak menghilangkan kepentingan individu setiap warga negara melainkan menyeimbangkannya dengan kepentingan bersama. Karena itu, kepentingan individu harus diseimbangkan dengan kepentingan nasional.

Demikian juga dengan tantangan fundamentalisme pasar yang menganggap manusia semata-mata sebagai makhluk ekonomi yang memiliki motivasi mengejar keuntungan sehingga berpotensi menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat. Pancasila dapat menjadi jawaban atas tantangan tersebut, di mana di dalam ekonomi Pancasila, pasar harus dikelola dan diatur sedemikian rupa oleh negara sehingga tercipta lingkungan ekonomi yang adil di dalamnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel